Suatu kali, seseorang kembali menyadarkanku. Selama ini...apa yang telah kulakukan? Begitu banyak waktu berlalu melewatiku. Kuabaikan begitu saja, layaknya akulah sang poros bumi. Seakan segala hal mengelilingiku dan mampu kugenggam. Keadaan membuatku memalingkan wajah dan menutup mata pada kehidupan. Salah besar jika aku selalu meratapi dan menganggap kenapa hidupku terlalu sulit. Ketika di belakangku, banyak orang yang berusaha lebih keras dan mati-matian tanpa keluh kesah apa pun. Sekali lagi, aku tertampar. Namun tamparan keras itu masih saja tak bisa menyadarkanku sepenuhnya. Aku masih menjadi orang tak berguna di tengah hiruk-piruk dunia yang terlalu indah ini. Menjadi beban untuk semua orang yang tak seharusnya perlu mempedulikanku. Orang itu, membuatku sadar bahwa dunia yang kutempati, sangat luas. Dan aku, hanyalah setitik yang bahkan tak lebih baik dari atom atau pun molekulnya di hadapan dunia. Apapun yang selama ini kubanggakan, hanyalah debu bagi sang dunia.
Entah dunia atau malah diriku sendiri yang sesungguhnya berperan besar dalam membuatku berpandangan suram. Selama ini, aku tak mau memikirkannya. Karena tak menutup kemungkinan, akulah yang bersalah. Terlalu berat rasanya menanggung itu ketika pada akhirnya, tak ada lagi yang bisa kusalahkan sebagai pelampiasan. Dan meskipun aku tahu pasti apa jawabannya, aku bahkan memalingkan wajah. Mencari-cari seseorang dan membandingkannya denganku. Beranggapan aku lebih baik dari sebagian orang namun nyatanya salah besar. Selama ini aku hidup dengan cara yang oleh sebagian orang selalu dianggap picik. Aku...hanya berusaha untuk bertahan. Aku...hanya mencoba percaya bahwa akupun sedikitnya berguna. Lelah rasanya ketika semua orang terus memandangku dengan sebelah mata penuh keremehan. Itu sudah cukup. Aku tak tahu akan menjadi seperti apa kerika aku pun ikut meremehkan diri sendiri. Caraku bertahan, adalah dengan mempercayai bahwa aku, sedikit lebih baik dari semua orang. Bahwa akupun berguna. Apa itu salah? Katakan padaku dimana letak kesalahannya! Agar aku bisa paham dan mengakui betapa bodohnya aku.
Selama ini aku percaya bahwa aku adalah orang menyedihkan namun tak bisa terima ketika orang lain berkata demikian. Hanya aku yang boleh mengasihani kehidupanku sendiri. Aku tak suka saat seseorang memandangku dengan tatapan prihatin. Siapa dia, Berani-beraninya memperlakukanku seperti itu? Cukup aku saja. Hanya aku yang boleh mengakui betapa tidak bergunanya aku. Hanya aku satu-satunya yang boleh menyadari betapa sia-sianya hidupku. Sisa waktu yang belum kujalani, akankah kembali kusia-siakan? Sampai kapan aku akan terpuruk dan terlena dalam keterpurukan itu? Siapa saja, tolong bantu aku. Buat aku sadar bahwa tak selamanya dunia akan berpihak padaku. Selama ini aku yakin bahwa dunia telah menelantarkanku. Namun, orang itu menyadarkanku akan hal yang sebaliknya. Hingga akupun meyakini dengan sepenuh hati. Bahwa selama ini aku tidak ditelantarkan. Bahwa selama ini aku dicintai. Meski sesungguhnya, aku lebih berharap ditelantarkan saja. Agar aku memiliki seseorang yang bisa kusalahkan. Hingga aku bisa melampiaskan apapun padanya. Agar setidaknya, aku menjadi korban.
Aku hidup dengan kemauan yang orang lain percayai sebagai dosa. Aku menjung-jung tinggi dosa itu dengan dalih, akulah sang korban. Bukan aku yang salah, aku pantas berlaku demikian. Terus menuntut hak yang tak pernah terpuaskan. Merasa, bahwa aku memang pantas mendapatkan semua itu karena orang lain juga mendapatkannya. Seperti seseorang yang tak pernah puas terhadapku, aku pun ikut mencari-cari kesalahan dan pembelaan. Hidupku, pastinya sangat tak berguna. Bukan kehidupan yang kujalani, tapi akulah yang membuat kehidupan itu menjadi tak berguna. Dipenuhi kesia-siaan semu. Sampai sejauh mana aku akan meneruskannya? Sampai sejauh apa hingga akhirnya aku memutuskan berhenti? Orang lain boleh saja mengatakan sesuatu seperti tak ada kata terlambat. Sulit bagiku mempercayai hal itu. Bagaimanapun, aku sudah terjerumus terlalu dalam. Bukan tak mungkin, hanya saja aku tak yakin sanggup merubahnya. Kenyamanan yang terlalu indah sudah menawanku. Hingga seakan telah menyatu dalam setiap inci syarafku.
Hingga bahkan membuatku benci pada seseorang yang berusaha menolongku.
Sekali lagi, aku hanya tidak ingin disalahkan orang lain. Akulah satu-satunya yang boleh menyalahkan diriku sendiri. Orang lain tak akan paham karena mereka tidak hidup dengan caraku. Hujat aku, hanya saat aku dibelakang kalian. Selama aku tak mendengarnya, itu sama-sekali bukan masalah untukku. Aku tidak akan berterima kasih pada siapapun yang berusaha memahamiku. Jadi jangan lakukan itu. Lagi pula aku tidak membutuhkannya. Hanya, jangan pernah sekalipun memojokkan ku. Itu saja.
Karena sudah bersedia menjadi tempat keluh-kesahku, aku berterima kasih sepenuh hatiku. Tak ada yang perlu disesali meskipun kehidupan itu dipenuhi dengan penyesalan...
Komentar
Posting Komentar