By: Gerimissenja
Senyap yang dahulu selalu mengantarkan kebersamaan kita, sunyi yang dahulu kala selalu menentramkan dunia kita, kini malah berbalik seakan menerkam detik-detik terakhir waktu kebersamaan kita. Jika seseorang bertanya siapa yang patut disalahkan atas keadaan yang menjadi seperti ini. Tentunya aku akan dengan sukarela mengatakan bahwa semua ini salahku. Aku yang terlalu bajingan hingga menuntunmu kedalam duniaku yang sampai kapanpun takan bisa memberikan kebahagiaan sejati padamu. Aku tahu itu, namun aku berpura-pura tak paham dan dengan seenaknya menyeretmu kedalam dunia yang tak sepatutnya kau tapaki.
Kehadiranku bagaimanapun itu akan merenggut segala mimpi dan khayalan indah yang selalu kau harapkan. Aku tahu itu, dan sekali lagi aku mengingkari apa yang ku ketahui dan mendorongmu ke suatu masa yang cepat atau lambat akan kau ratapi.
Hanya janji tak beralasan yang selalu terlontar dari mulut busuk ini. Seberapapun kau menunggu, setulus apapun kau mencintaiku, tetap saja, pada akhirnya hanya kekosongan menyakitkan yang dapat kuberikan padamu. Kepahitan mendalam yang meski apapun terjadi akan kau telan mentah-mentah. Aku tahu itu, dan untuk ke sekian kali aku mengubur apa yang kuketahui hanya untuk suatu ego yang takkan terpuaskan.
Ada kalanya ketika kita berjumpa, waktu yang terus bergulir, jika bisa ingin sekali aku hentikan. Mengantarkan kita kedalam suatu kisah yang selalu ingin aku torehkan kedalam ingatan terdalammu. Memberikan suatu cerita yang diawali dengan kau dan aku dan di akhiri dengan kita. Kau tahu? Tak jarang meski kau tak berada di depanku, entah kenapa hanya wajah tersenyummu yang mampu kulihat. Segalanya tampak begitu memukau ketika waktu yang berlalu dengan cepat karena kau disisiku. Meski tak ada seorangpun yang tahu, tidak juga dunia ini atau bahkan dirimu, rasakanlah bahwa aku sangat mencintaimu. Meski semua orang bersikeras bahwa apa yang kurasakan padamu bukanlah sebuah cinta yang nyata, maka dengan begitu aku menjadi sangat yakin bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya cinta.
Air matamu terjatuh kembali...
Aku lebih senang kau menampar, mencaci maki, atau bahkan mengancamku ketimbang melihat senyum menyedihkan itu diwajahmu. Tak ada yang perlu kau senyumi. Tak ada yang perlu kau beri ucapan bahagia ketika kau terluka. Katakan sesuatu yang akan membuatmu sedikit lega dan bisa bernafas. Ucapkan sesuatu yang saat ini tengah kau rasakan. Tidak perlu berpura-pura baik-baik saja ketika kehancuran yang kau rasakan. Tidak perlu berpura-pura bahwa semua ini mudah untuk kau jalani. Katakan bahwa kau terluka. Katakan bahwa ini sangat berat untukmu. Katakan bahwa kau tidak baik-baik saja. Jangan berlaku seolah-olah tidak ada yang terjadi. Dengan begitu, setidaknya sampai semua ini tidak terlalu berat lagi untukmu, sampai segalanya tidak terlalu menyakitkan lagi, aku... akan dengan senang hati tetap berada di sampingmu dan menjagamu. Katakan sesuatu yang akan membuatku tetap disisimu. Karena bagaimanapun, sesulit apapun itu, jika demi dirimu apapun itu akan berusaha kulakukan. Jika kau terus mengucapkan kebohongan, bagaimana aku bisa mempertahankan hubungan ini? Sampai saat ini aku masih percaya, bahwa meskipun kau tersenyum tetapi setelah kita betpisah kau akan menangis. Aku tahu itu...
Aku baik-baik saja. Melepaskanmu, bagaimanapun itu merupakan suatu perjanjian tak tertulis yang sejak awal pertemuan kami tertera dengan jelas dalam garis kehidupan kami. Aku setidaknya harus tahu diri. Aku setidaknya harus menyadari satu hal, bahwa seberapapun kau mencintaiku, seberapapun membahagiakannya semua ini, seberapapun aku mencintai mu, dunia tidak akan berpihak pada kita. Apapun yang dilakukan, sampaikapan pun aku tetaplah hanya sebuah kerikil dan kau adalah awan yang akan selalu kukagumi. Tak akan pernah berubah.
Kau selalu mengatakan ini hanya masalah keterlambatan pertemuan kita. Kau salah. Ini tidak sesederhana itu. Tetlalu banyak ruang yang memisahkan kebersamaan kita. Kau hanya fatamorgana yang cepat atau lambat harus kulepaskan. Jadi, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri.
Sejak awal kau hanya mengulurkan suatu mimpi yang bagaimanapun itu akan terhenti sewaktu-waktu. Kau tak pernah menjanjikan sesuatu yang tak mampu kau penuhi. Semua itu... akulah yang menerimanya. Menerima suatu cerita dengan akhir yang jelas yang kemudian hari akan saling menyakiti diri kita masing-masing. Akan tetapi ketahuilah, sekalipun, aku tak pernah menyesali pertemuan kita, tak pernah menyesali kebahagiaan yang kau sodorkan yang malah berujung dengan kepedihan. Yang kusesali hanya kenyataan bahwa kepedihan itu juga ternyata menyeretmu pada dunia yang sama mengerikannya dengan yang kurasakan. Yang kusesali bahwa kita sama-sama sulit untuk saling melepaskan.
Dari dulu aku adalah seseorang yang tidak suka bergantung pada orang lain. Seseorang yang sangat membenci suatu hubungan hingga rasanya ingin menghancurkan orang-orang yang tertarik padaku. Sejak bertemu denganmu, semenjak kau tersenyum kearahku, segalanya berubah. Aku menjadi seseorang yang sangat bergantung padamu, menjadi seseorang yang terlalu menyukaimu hingga rasanya inginku miliki.
Bagaimana ini? Kau selalu mengulurkan tangan ke arahku bahkan ketika aku merasa tidak kesulitan. Perlahan kau menjadi seseorang yang bila tak ada selalu ingin kujumpai. TIDAK! Hal itu tak sepatutnya terjadi. Bagaimanapun, aku hanya kerikil yang seberapapun kerasnya berusaha tetap tak akan bisa meraih sang awan. Bagaimanapun, sesulit apapun itu aku tetap harus melepasmu. Membiarkanmu pergi kedunia yang memang seharusnya kau jalani. Apapun itu, duniaku bukanlah tempatmu. Aku tak mungkin mengejarmu. Sedari dulu dan sampaikapanpun kau tetaplah milik sang langit. Aku... tak mungkin merebutnya. Aku bukan apa-apa. Jadi tak ada yang bisa kulakukan selain melepaskanmu.
Tak pantas rasanya aku memintamu tetap berada disisiku ketika keadaan sedang tidak berpihak pada kita. Tak berhak rasanya aku memohon padamu untuk tetap bersamaku ketika kau telah cukup lama memberikan kebahagiaan yang tak patut kurasakan. Jadi aku melepaskanmu. Membiarkanmu pergi dengan senyuman dan ucapan bahagia. Jangan menangis sekarang. Setelah semua ini selesai, aku boleh menangis sepuasnya. Sampai saat kau meninggalkan cafe kenangan ini, aku baru boleh kembali merasa terluka. Aku berjanji...
" Maafkan aku"
"Tidak. Ini semua bukan salahmu"
" Ini pasti berat untukmu bukan?"
" Aku baik-baik saja. Ini semua bisa kuatasi dengan mudah. Percayalah"
" Bagaimana aku mempercayaimu ketika kau menampakam senyuman seperti itu? Katakan apa yang kau rasakan saat ini. Setidaknya ak..."
" Sudahlah. Kumohon... Aku sudah mengatakannya berulang kali padamu. Aku kerikil dan kau awan. Apapun... bagaimanapun itu... kita tak akan pernah bisa bersama. Kau milik langit dan ini saatnya kau kembali padanya. Jangan membuatnya menunggu terlalu lama. Pergilah padanya. Aku baik-baik saja "
" Dan meninggalkanmu terluka sendirian disini? Bagaimana caranya? Katakan padaku..."
" Kumohon jangan membiarakanku terlihat seperti orang yang menyedihkan dan jahat sekaligus. Kau miliknya dari awal. Jadi pergilah."
" Aku juga sudah mengatakannya beribu kali padamu. Kerikil dan awan jika bersikeras akan bisa bersatu..."
" Tidak semudah itu! Kumohon... tolonglah jangan seperti ini."
" Itukah yang kau inginkan? Tetap bersikeras membiarkanku pergi?"
" Iya. Bahkan meskipun ini sangat sulit, itu hanya akan berjalan pada awalnya. Selebihnya semuanya akan tampak mudah. Berbahagialah dengannya. Tempuh hidup baru yang telah sekian lama kalian rajut. Kumohon..."
" Asal kau berjanji, ketika semua ini menjadi terlalu sulit untuk kau jalani, ketika semuanya terasa tak mudah lagi. Kau harus mengatakannya padaku. Kau harus membaginya denganku. Berjanjilah satu hal itu. Sampai kau kembali menjadi seperti saat sebelum bertemu denganku. maka, kau boleh bersandar padaku. Kau paham? Kau harus janji satu hal itu. Mengerti?"
Dan mengganggu hubungan kalian lagi? Aku... tak bisa menjanjikan hal itu.***
Wwwooooowwwwwwwwww keren bangetttt, kakak penulis profesional yah. Ini cerita pertama kakak yg aku baca keknya aku ketagihan deh.
BalasHapus