Aku paling benci merepotkan orang lain, namun kerjaanku selalu saja membebani orang-orang terdekat. Bahkan setelah 25 tahun hidup, aku masih kesulitan mengambil sebuah pilihan. Selalu merasa menyesal dan meratapi keputusan yang telah kubuat. Masih saja berat saat menolak permintaan orang lain. Mengais-ais penerimaan dari orang-orang yang tidak terlalu mempengaruhi hidupku.
Di suatu ketika aku sadar, bahwa aku seseorang pengecut. Menghindari luka dan kerap kali melarikan diri dari masalah. Ketimbang menyelesaikan sampai ke akar-akarnya, aku memilih menutup diri lalu kemudian merasa frustasi sendiri. Sejujurnya, bukan kehidupan yang memberiku masalah, namun aku lah yang menggali masalah dan berlaku seolah mati-matian mengatasi masalah tersebut. Ketimbang mencari jalan mudah, aku malah mengambil jalan berliku dengan ujung yang hampir serupa. Sejelas-jelasnya orang lain yang menatapku heran, aku sendiripun kadang tidak memahami keputusan yang kubuat.
Bahkan setelah kelelahan tertawa di siang hari, malamnya aku masih mempertanyakan arti kehidupan. Sungguh lucu. Aku yang tidak menanggung beban seberat orang lain, malah merasa muak pada kehidupan dan berharap dunia segera berakhir. Mengutuk pagi yang masih saja datang dengan rajin dan membangunkanku. Terus menerus berpikir untuk meninggalkan pekerjaan yang bagi sebagian orang adalah impian. Meratapi sesuatu yang telah usai dan kesulitan berpikir positif akan masa depan. Saat seseorang bertanya kenapa aku seperti itu? Aku kesulitan untuk menjawabnya. Pikiranku blank dan aku ikut bertanya-tanya.
Apa ini karena Tuhan menciptakan ku begini? Atau akulah yang terlalu lemah dan tidak setangguh orang-orang? Meski penasaran, pikiran itu tak pernah menyita banyak waktuku. Pada akhirnya aku kembali dengan berbagai pikiran suram. Sudah kuduga, ada yang salah denganku. Aku tidak tahu apa namun belum berniat untuk memperbaikinya.
Inilah aku dengan segala kebimbangan dan ketidak konsistenannya. Inilah hidupku, yang tidak seberuntung orang lain namun juga tidak terlalu menyedihkan.
Moodku yang mudah naik turun karena hal sepele, tawa yang kerap kali melengking karena hal-hal kecil. Adalah sebuah kebahagiaan yang kadang terlupakan. Pada akhirnya, meski aku tidak tahu apa yang kuinginkan aku tetap menjalani hari dengan giat. Kadang berusaha positif, dilain waktu memaksa sambil menyeret-nyeret kesadaran.
Usaha terakhirku adalah mencoba menerima diriku. Tulisan ini pun merupakan upaya yang kulakukan untuk mengakui kekurangan dan kebimbangan yang kurasakan. Sambil berusaha memperbaiki diri sebaik mungkin meski itu tidak mudah...
Jadi ayo kita menerima diri kita, jujur dengan kelemahan, menerima kesalahan dan memperbaiki sebaik mungkin. Ayo kita percaya, bahwa ada seseorang di luar sana yang menganggap kita berharga...
Komentar
Posting Komentar